Menentukan Kebutuhan Gizi Ternak

BAGAIMANA MENENTUKAN KEBUTUHAN GIZI TERNAK ?

Kebutuhan gizi ternak sangat dipengaruhi oleh stadia fisiologisnya, yaitu apakah ternak dalam stadia pertumbuhan, kebuntingan, menghasilkan produksi atau hanya sekedar mempertahankan hidup pokok. Oleh karena itu lazimnya kebutuhan gizi ternak dibagi menjadi dua kelompok yaitu kebutuhan untuk hidup pokok (maintenance) dan kebutuhan untuk produksi yang berupa pertambahan bobot badan, produksi telur, susu, serta untuk proses reproduksi 

Untuk menentukan kebutuhan gizi ternak tersebut telah banyak dilakukan penelitian oleh para ahli sehingga dapat dirangkum dalam sebuah tabel kebutuhan gizi sesuai dengan stadia fisiologis maupun target produksi yang diinginkan. Sebagai contoh adalah tabel kebutuhan gizi yang dikeluarkan oleh National Research Council (NRC) di Amerika Serikat atau oleh Agricultural Research Council (ARC) yang berada di Inggris. 

Kedua tabel kebutuhan gizi tersebut diturunkan dari hasil riset di daerah sub-tropis yang belum tentu sesuai dengan kondisi di daerah tropis seperti Indonesia. Sayangnya justru tabel kebutuhan gizi untuk ternak tropis justru belum tersedia yang benar-benar dihasilkan dari serangkaian riset yang memadai. Oleh karena itu tabel kebutuhan gizi yang digunakan di Indonesia umumnya berasal dari Amerika Serikat, Inggris atau hasil penyesuaian yang telah dilakukan dari kedua sumber tersebut.

Secara teori gizi ternak terdiri dari unsur karbon (C), nitrogen (N), hidrogen (H) oksigen (O) serta unsur mineral yang berperan dalam proses metabolisme jaringan.

Dalam praktek menentukan kebutuhan gizi ternak kita tidak menyatakan kebutuhan tersebut sebagai kebutuhan unsur C,H,N dan O melainkan dinyatakan dalam kebutuhan enersi, protein, lemak, serat , air dan mineral. Sedangkan berdasarkan jumlah yang dibutuhkan kita mengenal istilah : feeding requirement dan feeding allowance. Kedua istilah tersebut mempunyai makna yang sangat berbeda, yaitu feeding requirement ialah kebutuhan minimal ternak akan zat gizi baik untuk kebutuhan hidup pokok maupun untuk produksi, sedangkan feeding allowance ialah kebutuhan gizi ternak untuk hidup pokok dan produksi yang telah diperhitungkan dengan batas aman (safety margin) kebutuhan gizi ternak yang bersangkutan. Oleh karena itu di Inggris dan negara-negara persemakmuran (Commonwealth) lainnya memilih menggunakan istilah feeding allowances dari feeding requirement.

Pernyataan akan jumlah gizi yang dibutuhkan oleh ternak umumnya dituangkan dalam standar ransum (feeding standards) yang kemungkinan dapat berarti daftar feeding requirement atau feeding allowance. Dengan demikian jika kebutuhan mineral P bagi seekor babi dengan bobot badan 50 kg dinyatakan sebesar 11 g P/hari atau dinyatakan dalam 5 g/kg ransum. Cara pertama menyajikan kebutuhan gizi umumnya digunakan jika pemberian pakan sudah dijatah dalam jumlah tertentu setiap hari. Sedangkan cara kedua umumnya digunakan jika pemberian pakan dilakukan untuk memenuhi nafsu makan (appetite).

Beragam unit ekspresi kebutuhan gizi digunakan dalam standar ransum. Misalnya kebutuhan enersi untuk ternak ruminansia umumnya dinyatakan dalam enersi netto (NE), enersi metabolis (ME) atau total digestible nutrient (TDN). Sedangkan kebutuhan protein ternak ruminansia umumnya dinyatakan dalam protein kasar, protein tercerna, atau kombinasi kebutuhan rumen degradable nitrogen (RDN) dan undegraded dietary nitrogen (UDN). Sesungguhnya sangat diharapkan bahwa unit satuan yang digunakan untuk menyatakan kebutuhan gizi sama dengan unit satuan yang digunakan untuk menentukan nilai gizi pakan.

Standar ransum ternak dapat dinyatakan sebagai kombinasi antara kebutuhan hidup pokok dan produksi. Namun dapat pula dinyatakan secara terpisah seperti pada ternak perah dimana kebutuhan gizi dipisah untuk hidup pokok dan untuk produksi susu yang beragam sesuai dengan kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan. Sedangkan untuk ayam dalam periode pertumbuhan (grower) kebutuhan gizi dinyatakan sebagai kombinasi kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Terkadang juga sulit untuk menentukan kebutuhan gizi dari fungsi tunggal sehingga lebih baik jika dinyatakan sebagai kebutuhan untuk aneka fungsi. Hal ini acapkali terjadi pada penentuan kebutuhan vitamin dan mineral mikro.

Sebagaimana telah disebutkan dimuka bahwa salah satu hasil penerjemahan kebutuhan gizi ternak ke dalam tabel feeding allowances yang berati telah diperhitungkan faktor batas aman. Akurasi standar ransum ini sangat tergantung pada akurasi nilai batas aman ini untuk masing-masing jenis dan stadia fisiologis ternak. Penambahan batas aman kedalam standar ransum dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Misalkan seekor sapi dengan bobot badan 500 kg diketahui membutuhkan antara 30 dan 36 MJ NE/hari dengan nilai rataan sebesar 33 MJ NE/hari. Hal ini berarti sebagian kelompok ternak akan memperoleh pakan dalam jumlah kurang dan lainnya kemungkinan memperoleh pakan dalam jumlah melebihi dari kebutuhannya karena adanya keragaman antar ternak, keragaman kandungan gizi bahan baku pakan maupun kesalahan dalam menentukan kebutuhan gizi tersebut. Penambahan batas aman akan dapat menjamin bahwa kebutuhan gizi dari kelompok ternak tersebut tidak akan dijumpai dalam kondisi kurang gizi.

Memperhatikan adanya sumber keragaman yang demikian luas, maka standar ransum seyogyanya dipandang sebagai sekedar petunjuk pemberian pakan dan bukan sebaliknya dianggap sebagai suatu hukum mutlak yang harus senantiasa dipatuhi, sehingga sesungguhnya standar ransum tidak akan pernah dapat menggantikan seni peternak dalam melakukan penyesuaian pemberian ransum pakan kepada ternaknya dari hasil pengalaman selama bertahun-tahun dalam menyeimbangkan antara kebutuhan dan tingkat produksi yang dihasilkan.

Subscribe to receive free email updates: