Untuk membudidayakan walet di dalam gedung baru, ada tiga hal yang harus kita persiapkan, yaitu menyiapkan tempat, menyiapkan induk dan telur, dan cara penetasan telur.
a. Penyiapan rumah walet
1). Pemilihan lokasi
Pemilihan lokasi bangunan rumah walet sangat mendukung keberhasilan pengoperasian gedung walet. Dalam pemilihan lokasi ini, harus diperhatikan faktor-faktor lingkungan yang cocok untuk kehidupan burung walet. Faktor lingkungan tersebut sebaiknya berdasarkan sifat dan faktor-faktor yang secara alami disukai oleh burung walet atau burung sriti, seperti berikut ini :
Dataran rendah dengan ketinggian maksimum 1.000 m di atas permukaan laut. Pada umumnya, burung walet tidak mau menempati rumah atau gedung ketinggian 1.000 m di atas permukaan laut.
Daerah yang jauh dari jangkauan pengaruh kemajuan teknologi dan perkembangan masyarakat. Dengan kata lain daerah yang relatif murni dan alami paling tepat sebagai tempat tinggal burung walet.
Persawahan, padang rumput, hutan-hutan terbuka, pantai, danau, sungai, rawa-rawa merupakan daerah yang paling tepat untuk berburu makanan bagi burung walet.
Daerah yang cukup aman bagi kehidupan burung walet dan sriti, yaitu daerah yang jauh dari gangguan burung-burung buas pemakan daging. Jenis burung buas ini antara lain burung elang, burung alap-alap, burung rajawali.
Suatu lokasi yang sekitarnya banyak terdapat burung sriti. Hal ini menandakan bahwa daerah tersebut cocok dipakai untuk mengembangkan walet penghasil sarang burung yang bermanfaat.2). Gedung walet
Dalam merencanakan pembuatan gedung atau rumah walet, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Bentuk dan konstruksi rumahUmumnya, rumah walet seperti bangunan gedung besar yang luasnya bervariasi dari 10 x 15 m2 - 10 x 20 m2. Ketinggian tembok rumah walet praktis sama dengan rumah sriti, yaitu sekitar 5–6 m. Tinggi tembok tersebut belum termasuk wuwungan. Tinggi rendahnya wuwungan sangat mempengaruhi kondisi suhu dan kelembaban gedung walet. Makin tinggi wuwungannya, makin baik bagi rumah walet dan lebih disukai oleh burung walet. Semakin besar jarak antara bubungan dengan plafon berarti rongga antara bubungan dengan plafon bertambah besar. Dengan adanya jarak yang besar, maka volume udara dalam ruangan tersebut juga semakin besar sehingga panas udara tidak sepenuhnya menyinggung plafon.
Rumah setinggi itu tidak boleh tertutup oleh pepohonan tinggi disekitarnya karena burung walet hanya mau memasuki rumah yang lubang masuknya bebas dari pepohonan. Apabila rumah tersebut tertutup oleh pepohonan di sekitarnya perlu dibangun rumah yang lebih tinggi lagi.
Tembok dibuat dari plester, sedangkan bagian luarnya dari campuran semen. Bagian dalam tembok sebaiknya dibuat dari campuran pasir, kapur, dan semen dengan perbandingan 3:2:1. Komposisi tersebut mirip komposisi gua-gua walet alam dan sangat baik untuk mengendalikan suhu dan kelembaban udara dalam ruangan gedung walet. Untuk mengurangi bau semen dapat disiram dengan air setiap hari. Makin sering tembok tersebut disiram dengan air, makin cepat hilang bau semennya. Kerangka atap dan sekat-sekat untuk melekatnya sarang burung walet sebaiknya dibuat dari kayu yang kuat dan cukup tua agar dapat bertahan dalam jangka panjang, tidak mudah dimakan rengat dan tidak perlu cepat diganti. Penggantian yang terlalu sering bisa megganggu ketenangan burung walet.
Bentuk ruangan dan jalan masuk burung waletRuangan dapat dibuat bertingkat berdasarkan ketinggiannya, minimal 2 m. Setiap tingkat dipetak-petak lagi menjadi beberapa ruangan sehingga akan menciptakan suasana seperti dalam gua-gua batu karang alami.
Seringkali burung walet terbang berputar-putar di depan gua, sebelum masuk ke dalam sarangnya. Oleh karena itu, gedung walet perlu dilengkapi dengan roving room sebagai tempat untuk berputar-putar dan resting room sebagai tempat untuk beristirahat dan bersarang. Untuk mencegah masuknya cahaya yang terlalu banyak, resting room dibuat berpetak-petak. Antara petak yang satu dengan petak yang lainnya saling berhubungan.
Lubang untuk keluar masuk burung dibuat di bagian atas, diperhitungkan agar burung-burung dapat bebas keluar masuk tanpa terganggu pepohonan di sekitar bangunan gedung. Ukuran dan bentuk lubang dapat bervariasi. Bila berbentuk bujur sangkar, idealnya berukuran 20 x 20 cm2, bila mamanjang dengan ukuran 20 x 35 cm2, dan bila berbentuk lingkaran garis tengahnya 20 cm.
Lubang keluar masuk burung jumlahnya tergantung pada kebutuhan dan kondisi gedung. Yang jelas, semakin sedikit jumlah lubang tersebut semakin baik. Untuk satu ruangan cukup satu lubang saja. Lubang yang terlalu banyak dapat mempengaruhi suhu, kelembaban, dan cahaya dalam gedung yang akan mengakibatkan tidak krasannya walet tinggal dalam gedung tersebut.
Letak lubang sebaiknya tidak menghadap ke timur, karena pada pagi hari saat burung walet akan keluar, matanya silau terkena cahaya matahari pagi. Dinding lubang sebaiknya dicat hitam agar mudah dilihat oleh burung dari jarak jauh dan akan membantu burung walet cepat mengenal rumahnya. Di samping itu, pengecatan dengan warna hitam dapat pula meredam sinar yang masuk dari luar gedung sehingga ruangan menjadi lebih gelap.
Cat rumah dan pencahayaanCat yang dipakai untuk rumah walet sebaiknya dari kapur yang cukup halus dan rata agar tidak mudah rusak. Lapisan tembok bagian dalam tidak perlu dicat agar sesuai dengan kondisi gua alam dan dapat mengurangi sinar.
Untuk mengurangi pembiasan sinar dari luar gedung, pada lubang keluar masuk diberi penangkal sinar yang berbentuk corong dari kain berwarna hitam. Dengan cara seperti ini, sinar yang masuk dapat terfokus pada satu arah sehingga keadaan dalam gedung akan lebih gelap.
Tembok keliling gedung sebagai pengaman dari gangguanUntuk menjaga keamanan burung walet dan produksinya dari hama pengganggu dan pencurian, maka disekitar gedung walet perlu dipagar tembok. Akan lebih sempurna lagi, bila di luar tembok tersebut dibuat parit yang selalu terisi air yang mengalir.
Baca Juga:
b.Penyiapan induk dan telur
1). Penyiapan induk
Untuk membudidayakan walet gedongan, sebagai induk walet dipilih burung sriti yang diusahakan agar mau bersarang di dalam gedung baru. Gedung baru akan berfungsi sebagai gedung walet bila sudah mulai ditempati burung sriti. Karena burung sriti mau menempati gedung baru, sedangkan burung walet biasanya mau menempati gedung yang sudah banyak kotoran burung sriti. Hal ini disebabkan gedung yang masih baru masih ada bau semen. Untuk mempercepat proses masuknya walet, biasanya gedung yang masih baru dindingnya sering dilumuri kotoran burung sriti dan kayu-kayunya dilumuri air cucian sarang burung.
2). Penyiapan telur
Di dalam usaha budidaya burung walet, perlu disiapkan telur walet untuk ditetaskan pada sarang burung sriti. Telur tersebut dapat diperoleh dari pemilik gedung walet yang sedang melakukan “panen cara buang telur Dalam penyiapan telur ini, perlu diketahui ciri-ciri telur walet agar tidak terjadi kekeliruan dengan telur burung sriti karena keduanya hampir sama. Umumnya, telur burung walet berwarna putih kebiruan, sedangkan telur burung sriti putih berbintik-bintik cokelat hitam. Dalam hal ini, perlu dipilih telur yang berukuran normal, tidak terlalu besar atau kecil dari ukuran rata-rata telur walet. Di samping itu, pilih telur yang baik, tidak retak, kasar, tidak tercemar kotoran, air, atau minyak. Umumnya, telur yang tercemar kotoran tidak akan menetas. Oleh karena itu, pengambilan dari sarangnya perlu dilakukan dengan hati-hati.
Untuk mengetahui kualitas bagian dalam telur, dapat dilakukan dengan cara peneropongan. Teropong dibuat dari karton kemudian telur diarahkan ke sinar, maka akan terlihat bagian dalam telur. Dalam peneropongan ini, yang perlu diperhatikan adalah keadaan dan letak kantung udara, keadaan dan letak kuning telur, serta ada tidaknya bintik darah. Telur tetas yang baik mempunyai kantung udara yang relatif kecil, stabil, dan tidak bergeser dari tempatnya. Letak kuning telur harus ada di tengah dan tidak bergerak-gerak, tidak ditemukan bintik darah. Telur yang mempunyai bintik darah, daya tetasnya hanya 56,3 %. Setelah dilakukan seleksi dan diperoleh telur tetas yang baik, langkah selanjutnya adalah menetaskan telur-telur tesebut pada sarang sriti.
c. Cara penetasan telur
Antara burung walet dan sriti banyak mempunyai kesamaan, baik mengenai makanan, ekosistim, perkembangan biologis maupun habitatnya. Dengan adanya persamaan tersebut, sangat dimungkinkan bila telur walet ditetaskan dalam sarang sriti, kemudian diasuh dan dibesarkan oleh burung sriti sampai saatnya anak walet dapat mencari makan sendiri dan tumbuh menjadi walet dewasa.
Untuk menetaskan telur walet pada sarang sriti hal yang pertama dilakukan adalah mengganti telur sriti dengan telur walet. Hal ini dapat dilakukan bila musim bertelur burung sriti tiba. Pengambilan telur harus dilakukan dengan hati-hati, tidak memakai tangan secara langsung, tetapi dengan sendok plastik atau kertas tissue. Hal ini untuk menghindari kerusakan dan pencemaran telur yang dapat menyebabkan burung sriti tidak mau mengeraminya. Diusahakan agar cara pengangkutan pun tidak banyak goncangan dan benturan. Penggantian telur dilakukan pada siang hari, saat burung sriti keluar gedung untuk mencari makan. Selanjutnya, telur-telur walet tersebut akan dierami oleh burung sriti dan setelah menetas akan diasuhnya sampai burung walet dapat terbang dan mencari makan sendiri.
Selanjutnya di ternakburungwalet:
Mengubah gedung sriti menjadi gedung walet berdasarkan kondisi alam yang disukai oleh burung walet. Lubang-lubang yang tidak diperlukan ditutup agar ruangan menjadi lebih gelap. Dengan demikian, anak burung walet yang sudah dapat terbang tersebut betah tinggal di dalam gedung. Penutupan lubang dapat dilakukan setelah anak burung walet berumur 30-40 hari. Apabila penutupan lubang dilakukan lebih awal dapat mengganggu burung sriti yang menyukai tempat terang. Sebaliknya, bila ditutup setelah anak walet terbang meninggalkan sarang, usaha kita akan sia-sia.