Ciri-ciri Tipologi Sapi Perah Yang Profesional

Ciri-ciri Tipologi Peternak Sapi Perah yang mengarah Profesional

Peternak sapi perah yang profesional dimaksudkan adalah peternak sapi perah yang dipandang memiliki motif berprestasi yang lebih baik dibanding dengan peternak kebanyakan lainnya. Selanjutnya, jika dilihat dari gejala sosial, maka peternak tersebut akan memiliki karakteristik sosial yang khas, yaitu sebagai individu yang tergolong sebagai bagian dari masyarakat modern, seperti lebih bersifat toleran terhadap perubahan, dan lebih bersifat kosmopolit. Secara praktis peternak sapi perah yang mengarah profesional ini antara lain akan dicirikan oleh: (1) tingkat kepemilikan sapi perahnya rata-rata 10 ekor atau lebih, (2) pengetahuannya dalam teknik beternak cukup memadai, dan (3) memiliki pandangan ekonomi atas usaha sapai perahnya.
Dalam kajian ini, peternak yang menjadi fokus atau subyek penelitian adalah seorang peternak, yang hanya tamatan sekolah dasar tetapi dengan ketekunan dan keuletannya telah berhasil di dalam usaha sapi perahnya. Sejak memulai beternak pada tahun 1991, yaitu dengan membeli 1 ekor sapi perah umur 14 bulan seharga Rp. 520.000,-, maka pada tahun 2006 ini, sapinya telah bertambah menjadi sebanyak 25 ekor sapi perah, dengan induk laktasi 15 ekor, dara bunting 2 ekor, dan pedet 8 ekor, serta kepemilikan lahan dan sawah seluas 1,5 hektar.
Ada beberapa ciri psikologis yang menonjol dari peternak tersebut, yaitu (1) memiliki persepsi yang positif terhadap usaha sapi perahnya, (2) adanya keinginan untuk berhasil atau sukses, (3) memiliki kepercayaan yang kuat atas kemampuan diri sendiri, (4) memiliki pemikiran atau antisipasi usaha ke depan, dan (5) memiliki ketangguhan dan keuletan.

Bagi peternak tersebut, usaha sapi perah yang dilakukannya sampai saat ini merupakan suatu pilihan yang tepat. Sebelum tahun 1991, peternak tersebut bekerja sebagai buruh di Pemangkuan Hutan Karemi Barat Desa Cilembu. Pada saat itu ada keinginan yang kuat dari dirinya untuk menjadi seorang wirausaha dan bukan sebagai buruh. Sebenarnya ada tiga pilihan lapangan pekerjaan yang tersedia, tetap menjadi buruh, melakukan budidaya domba, dan melakukan budidaya sapi perah. Akhirnya dipilih usaha sapi perah, karena dipandang sangat potensial untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik. Dari perjalanan tersebut, tampak dengan jelas bahwa peternak tersebut memiliki persepsi yang positif atas usaha sapi perahnya, yakni dengan berusaha sapi perah akan diperoleh tingkat pendapatan yang lebih baik dibanding dengan usaha alternatif lainnya yang tersedia.

Keinginan untuk berhasil dari usaha sapi perah yang jadi pilihananya tersebut, tergambar cukup jelas. Hal ini terlihat dari upaya-upaya di dalam: (1) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, (2) memperhitungkan keberhasilan usaha, dan (3) upaya memperoleh umpan balik.
Di dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya, peternak tersebut tidak sebatas belajar pada peternak atau petugas di lingkungan sekitarnya, tetapi atas inisiatif sendiri sengaja melakukan studi banding pada peternak yang berhasil di luar lingkungannya. Peternak tersebut di dalam meningkatkan pengetahuannya di dalam beternak sapi perah telah melakukan studi banding ke Cisurupan Kabupaten Garut untuk belajar mengenai manajemen beternak sapi perah yang baik, yaitu dengan belajar pada peternak sapi perah yang menjadi juara pertama budidaya ternak sapi perah se Jawa Barat. Di samping itu, iapun banyak mengikuti kegiatan pendidikan non formal, baik atas undangan instansi penyelenggara maupun atas inisiatif sendiri.

Dengan dorongan atau motivasi intrinsik yang kuat untuk memajukan usaha sapi perahnya dan ditambah lagi oleh beragam pendidikan non formal yang pernah diikutinya, menjadikan peternak tersebut lebih memiliki arah dalam memperhitungkan keberhasilan usahanya. Dalam hal ini, yang dilakukannya adalah bagaimana menjadikan usaha sapi perah sebagai suatu usaha yang layak secara ekonomi. Aktivitas usaha sapi perah yang dijalaninya, awalnya hanya berangkat sebagai suatu usaha keluarga, artinya usaha sapi perahnya cukup dapat dikelola oleh diri dan keluarganya, sehingga pemilikan sapi perahnya produktifnya cukup sampai 6 ekor saja. Namun sejalan dengan perubahan pola berfikir akibat pendidikan non formal yang diikutinya, terutama setelah mengikuti pelatihan wirausaha, maka cara pandang terhadap usaha sapi perahpun berubah, yaitu dapat menjadikan usaha sapi perah sebagai suatu bagian dari wirausaha yang dapat memperkerjakan orang lain, dan yang bersangkutan hanya bertindak sebagai manajernya. Cara yang dilakukannya untuk menjadikan usaha sapi perahnya sebagai usaha yang layak secara ekonomi adalah: (1) melakukan tukar tambah pedet jantan dengan dara bunting, (2) penyisihan keuntungan untuk membeli sapi lagi, (3) pedet betina sangat diusahakan untuk jadi induk, dan (4) bermitra dengan individu atau peternak lain yang ingin “maro” (bagi hasil). Dengan melakukan hal-hal tersebut, maka populasi sapi produktifnyapun setiap tahun bertambah, disamping jumlah susu yang dihasilkan tiap ekornyapun meningkat, yang asalnya 10 liter/ekor/hari menjadi 16 liter/ekor/hari.

Hal lainnya, yang menunjukkan adanya keinginan untuk berhasil dari usahanya adalah peternak tersebut selalu berupaya untuk memperoleh umpan balik. Segala sesuatu yang dilakukannya biasa dievaluasi, apakah memiliki pengaruh positif pada usaha sapi perahnya atau tidak. Misalnya, ia selalu mempelajari mengapa seorang peternak tidak berhasil di dalam usaha sapi perahnya, atau malahan hancur usahanya. Untuk kasus di usaha sapi perahnya sendiri, pada tahun 1996, karena kurang bisa menghitung target beban operasional, maka terjadi pemborosan akibat berlebihnya tenaga kerja dibanding jumlah sapi yang dimilikinya, sehingga keuntungan yang diperoleh habis terpakai untuk upah tenaga kerja. Belajar dari pengalaman tersebut, untuk selanjutnya jumlahnya tenaga kerja yang dipekerjakan selalu disesuaikan dengan tingkat kuntungan atau jumlah sapi yang dimilikinya.

Ciri lainnya yang menonjol adalah memiliki kepercayaan yang kuat atas kemampuan pada diri sendiri. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari adanya dorongan atau motivasi intrinsik yang kuat maupun akibat pengalaman pendidikan non formal yang diikutinya, termasuk pencapaian target-target yang sudah direncanakannya. Hal yang penting lainnya, adalah adanya bukti-bukti kongkrit dari apa yang diupayakaannya selama ini, misalnya populasi sapinya tiap tahun terus bertambah, dan tingkat produksinyapun diatas rata-rata. Dengan hal-hal tersebut menjadikan peternak tersebut memiliki tingkat kepercayaan yang kuat atas kemampuan pada diri sendiri. Hal penting sebagai bentuk pengakuan atas kemampuan yang dimiliki peternak tersebut di dalam pengelolaan usaha sapi perah adalah dengan diangkatnya sebagai penyuluh swakarsa bidang sapi perah pada tahun 2001. Selanjutnya sejak tahun 2004, iapun diangkat menjadi Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) tingkat kabupaten di bidang penyuluhan sapi perah.

Pemikiran atau antisipasi usaha ke depan dari peternak tersebut di dalam mengembangkan usahanya sudah jelas. Walaupun usaha ternaknya sudah melampaui target untuk diperolehnya kelayakan keuntungan atau dapat menjadi usaha pokok sebagaimana yang direkomendasikan Sjahir (2003), dan Tri (2003), yaitu dapat memiliki skala usaha 10-15 ekor atau rata-rata 7-8 ekor sapi lakatasi, namun tetap masih terus berupaya untuk terus meningkatkan populasi dengan target usaha tahun 2007 populasi ternak mencapai 40 ekor, dengan satu unit kendaraan roda empat, dan satu unit kendaraan roda dua.
Ciri lainnya secara psikologis yang menonjol dari peternak tersebut adalah dimilikinya ketangguhan dan keuletan. Kasus spesifik yang berhubungan dengan perlunya ketangguhan di dalam beternak sapi perah adalah ketika dihadapkan pada kondisi atau keadaan yang tidak terduga. Tentang keuletannya di dalam berusaha sapi perah, tergambarkan dari ketekunannya di dalam mencari hal-hal yang dianggap penting sekaligus mempraktekannya pada usaha sapi perahnya.
Dari gambaran sebelumnya, tampak bahwa peternak yang mengarah ke professional secara psikologis memiliki ciri yang khas dibanding peternak lainnya. Dari sisi tipologi kepribadiannya dengan mengacu kepada pendapat McClelland (Nasution, 1998), maka peternak tersebut telah memiliki kebutuhan akan pencapaian prestasi (the need for achievement) atau n/Ach yang lebih baik. Dengan kata lain peternak yang mengarah professional tersebut telah memiliki motif berprestasi, yaitu sebagai perilaku untuk mencapai kompetensi dengan suatu standar yang diidealkan (behavior toward competition with a standar of excelland) (McClelland dalam Steers et.al, 1996). Hal ini sangat beralasan, karena peternak yang menjadi fokus kajian sebagaimana dikemukakan Nasution (2002) telah menunjukkan adanya keinginan dan perilaku untuk melakukan dengan baik, untuk menemukan dan mengatasi tantangan, untuk diuji, untuk berusaha sekuat tenaga, sehingga usaha sapi perahnya mencapai keberhasilan.

Dari segi ciri-ciri atau karakteristik sosialnya, peternak sapi perah yang mengarah professional tersebut memiliki kecenderungan untuk lebih menerapkan nilai-nilai modern, seperti keterbukaan terhadap pembaharuan, keyakinan bahwa dengan belajar dapat menguasai lingkungan dan masa depannya, serta kepercayaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dari pengamatan dan hasil wawancara terungkap bahwa peternak sapi perah yang mengarah professional tersebut memiliki keterbukaan terhadap perubahan agar usaha sapi perahnya lebih berkembang. Peternak tersebut, mau untuk menerima inovasi atau hal-hal yang dianggap baru segera setelah mengetahui dan mempelajarinya. Misalnya di dalam menerapkan teknik beternak, baik yang mencakup cara pemilihan bibit yang baik, cara pemberian pakan yang disesuaikan dengan kebutuhan ternak, serta pengendalian penyakit. Peternak tersebut setelah menerima materi dari hasil mengikuti kegiatan pendidikan non formal, baik pelatihan maupun penyuluhan, biasanya langsung menerapkannya. Demikian pula ketika ia memperoleh masukan dari petugas teknis maupun peternak lain yang dipandang lebih berhasil, ia tidak segan-segan untuk menerapkannya di dalam usaha sapi perahnya.
Adanya keyakinan bahwa dengan belajar dapat menguasai lingkungan atau usaha sapi perah dan masa depannya, tergambar jelas dari prioritas atau strategi yang dilakukannya selama ini, yaitu bahwa untuk mencapai keberhasilan usaha yang harus diutamakan adalah menjalin komunikasi untuk memperoleh informasi. Proses komunikasi ini mencakup, melakukan pencarian ide-ide baru, menjalin hubungan, termasuk mencari peluang-peluang untuk lebih dapat memajukan usaha sapi perahnya. Oleh karenanya, dari perjalanan di dalam mengelola usaha sapi perahnya, peternak tersebut tidak dapat terlepas dari upaya-upayanya untuk selalu melakukan kegiatan belajar.
Kepercayaan peternak tersebut akan pentingnya pengetahuan dan teknologi untuk lebih berkembang usaha sapi perahnya, pada dasarnya merupakan bagian dari keyakinan bahwa dengan belajar, maka usaha sapi perahnya akan lebih terkendalikan keberhasilannya. Peternak tersebut sangat percaya bahwa untuk dapat memajukan usaha sapi perahnya, harus ditunjang oleh dikuasainya aspek teknis di dalam beternak, keterbukaan terhadap pembaharuan, keyakinan bahwa dengan belajar dapat menguasai lingkungan dan masa depannya, serta kepercayaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.

Keberhasilan Usaha Sapi Perah pada Peternak Sapi Perah yang Mengarah Profesional
Menurut Sjahir (2003) agar peternak sapi perah dapat berhasil di dalam usaha sapi perahnya sehingga lebih menguntungkan, maka harus memiliki bibit unggul (rata-rata produksi 4270 liter), menguasai permasalahan teknis peternakan mulai dari perkandangan, sistem pemeliharaan, manajemen kesehatan, pengaturan perkawinan dan pemberian pakan yang benar. Di samping teknis peternakan, peternak harus menguasai usaha peternakan, yaitu bagaimana menurunkan ongkos produksi, meningkatkan harga susu dan meningkatkan produksi susu. Di samping itu peternak harus mampu berfikir untuk mendeversifikasi usaha, misalnya penggemukan sapi jantan, memanfaatkan limbah peternakan, dan yang sangat penting peternak harus meningkatkan pemilikan sapi laktasi agar usaha peternaknnya menjadi usaha pokok.

Memperhatikan tingkat keberhasilan yang telah dicapai dari peternak sapi perah yang menjadi fokus kajian dari penelitian ini, tampak bahwa peternak yang mengarah profesional umumnya sudah memenuhi apa yang menjadi kriteria untuk berhasilnya usaha sapi perah. Sejak awal beternak pada tahun 1991 yang hanya memiliki satu ekor sapi perah, maka jumlah sapi produktifnya sampai saat ini telah mencapai 17 ekor. Jumlah tersebut telah melampaui rekomendasi untuk dicapainya kelayakan usaha sapi perah sehingga dapat menjadi usaha pokok atau menguntungkan. Hal-hal yang spesifik yang menunjukkan keberhasilan dari usaha sapi perahnya, selain jumlah kepemilikan sapi produktifnya dari tahun ke tahun terus bertambah adalah: (1) berusaha untuk memiliki atau mempertahankan turunan sapi perah dengan produksinya yang tinggi, (2) menguasai permasalahan teknis peternakan, mulai dari perkandangan, sistem pemeliharaan, manajemen kesehatan, pengaturan perkawinan dan pemberian pakan yang benar, (3) menguasai usaha peternakan, yaitu bagaimana menurunkan ongkos produksi, meningkatkan harga susu dan meningkatkan produksi susu.
Tingkat keberhasilan dari usaha sapi perah yang dilakukan oleh peternak yang mengarah professional tersebut, secara nyata terlihat dari dicapainya tingkat produksi dari sapi perah yang dipeliharanya yang sudah mencapai 16 liter/ekor/hari, dan dari keuntungan bersih yang diperoleh, yaitu sebesar Rp.5,5 juta per bulan. Pencapaian tingkat produksi per ekor tersebut tergolong sudah mendekati ideal, sebagaimana dikemukakan oleh Centras (2005) bahwa untuk mencapai keuntungan sekurang-kurangnya sapi yang dipelihara memiliki tingkat produksi per harinya 13 liter per ekor. Demikian juga dengan dicapainya keuntungan bersih sebesar Rp. 5,5 juta per bulan berarti peternak tersebut sudah jauh melampaui tingkat pendapatan peternak sapi perah umumnya, yang masih tergolong “amatiran”, yakni peternak yang memiliki sapi perahnya hanya 2-3 ekor saja, dan tidak memiliki orientasi ekonomi.

Subscribe to receive free email updates: