Enzim Pemecah Serat

Enzim Pemecah Serat

Keterbatasan utama dari pencernaan hewan monogastrik adalah bahwa hewan-hewan tersebut tidak memproduksi enzim untuk mencerna serat. Pada ransum makanan ternak yang terbuat dari gandum, barley, rye atau triticale (sereal viscous utama), proporsi terbesar dari serat ini adalah arabinoxylan dan ß-glucan yang larut dan tidak larut (White et al., 1983; Bedford dan Classen, 1992 diacu oleh Sheppy, 2001). Serat yang dapat larut dan meningkatkan viskositas isi intestin yang kecil, mengganggu pencernaan nutrisi dan karena itu menurunkan pertumbuhan hewan.

Kandungan serat pada gandum dan barley sangat bervariasi tergantung pada varitasnya, tempat tumbuh, kondisi iklim dan lain-lain. Hal ini dapat menyebabkan variasi nilai nutrisi yang cukup besar di dalam ransum makanan. Untuk memecah serat, enzim-enzim xylanase dan ß-glucanase) dapat menurunkan tingkat variasi nilai nutrisi pada ransum dan dapat memberikan perbaikan dari pakan ternak sekaligus konsistensi responnya pada hewan ternak. Xylanase dihasilkan oleh mikroorganisme baik bakteri maupun jamur. 

Penelitian pemanfaatan xilanase untuk membuat ransum ayam boiler telah dilakukan oleh Van Paridon et al. (1992), dengan melihat penga-ruhnya terhadap berat yang dicapai dan efisiensi konversi makanan ser-ta hubungannya dengan viskositas pencernaan. Hal yang sama juga di-lakukan oleh Bedford dan Classen (1992), yang melaporkan bahwa ransum makanan ayam boiler yang diberi xilanase yang berasal dari T.longibrachiatum mampu mengurangi viskositas pencernaan, sehingga meningkatkan pencapaian berat dan efisiensi konversi makanan.

Pius P Ketaren, T. Purwadaria dan A. P Sinurat dari Balai Penelitian Ternak, Bogor, juga melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat pengaruh suplementasi enzim pemecah serat kasar terhadap penampilan ayam pedaging. Suplementasi diberikan dengan menambahkan enzim xilanase kedalam ransum basal dedak atau polar. Penelitian ini menggunakan 120 anak ayam pedaging umur sehari yang dialokasikan secara acak kedalam 20 kandang yang masing-masing berisi 6 ekor. Ayam-ayam tersebut dikenai 4 perlakuan. Perlakuan I, ayam diberi ransum basal 30% dedak (RBD). Perlakuan II, ransum RBD + 0,01% enzim xilanase (RBD + E). Perlakuan III diberi ransum basal 30% polar (RBP) dan perlakuan IV dengan ransum RBP + 0,01% enzim xilanase (RBP + E). Setiap perlakuan diulang 5 kali dan tiap ulangan terdiri dari 6 ekor. Seluruh kandang/pen ditempatkan dalam bangunan tertutup yang dilengkapi dengan lampu penerang, pemanas dan pengatur sirkulasi udara, yang diatur sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan ransum dan air minum disediakan secara tak terbatas. Anak ayam juga divaksin pada umur 4 dan 21 hari untuk mencegah ND dan pada umur 14 hari untuk mencegah Gumboro. Konsumsi ransum, pertambahan bobot badan (PBB), feed conversion ratio (FCR) dan mortalitas digunakan sebagai parameter dan diukur setiap minggu selama 5 minggu perlakuan.

Hasil riset memperlihatkan PBB ayam pedaging yang diberi ransum basal polar dengan suplementasi enzim cenderung tumbuh lebih cepat dibanding ayam pedaging yang memperoleh ransum lain. Dalam penelitian ini, suplementasi enzim xilanase sebanyak 0,01% kedalam ransum basal dedak maupun polar tidak berpengaruh negatif terhadap penampilan broiler. Hal ini tampak dari tidak adanya mortalitas selama penelitian berlangsung. FCR ayam pedaging yang diberi ransum basal polar dengan suplementasi enzim secara nyata lebih baik dibanding ransum FCR ayam pedaging yang diberi ransum lain. 

Berdasarkan penampilan ayam pedaging tersebut terlihat bahwa suplementasi enzim kedalam ransum basal polar mampu meningkatkan efisiensi penggunaan ransum sekitar 4%, sebaliknya suplementasi enzim kedalam ransum basal dedak tidak mampu memperbaiki efisiensi penggunaan ransum ayam pedaging. Ini membuktikan bahwa enzim xilanase yang digunakan dalam penelitian ini lebih efektif apabila digunakan pada polar, yang diketahui mengandung lebih banyak xilan/pentosan atau glucan dibanding dedak. 

Peningkatan penampilan ayam pedaging yang diberi ransum basal polar dengan suplementasi enzim xilanase ini, kemungkinan juga berkaitan dengan peningkatan kecernaan protein dan lemak disamping kenaikan kecernaan serat kasar. Dengan peningkatan kecernaan gizi dan pertumbuhan unggas tersebut, dapat mendorong peningkatan penggunaan bahan pakan lokal yang tersedia di dalam negeri. Kondisi ini diharapkan akan mampu meningkatkan kemandirian perunggasan nasional.

Subscribe to receive free email updates: