Bahan Baku Pakan Unggas Sebagai Sumber Mineral

Bahan baku pakan sebagai sumber mineral

Sumber calsium (Ca) dan phospor (P) dapat diklasifikasikan menjadi bahan pakan sumber Ca, P serta Ca dan P.

Bahan pakan sumber Calcium
Sumber Calcium (Ca) bagi ayam yang banyak digunakan adalah calsium carbonat (Ca CO3) yang berasal dari kapur, kulit kerang atau karang. Diantara bahan-bahan tersebut yang biasa digunakan adalah kapur karena mudah didapat dan murah harganya. Kulit kerang dan karang mengandung Ca CO3 sebanyak 95 – 99%.

 Bahan Pakan Sumber Phosfor
Sumber Phosfor (P) yang baik dan mempunyai nilai biologis yang tinggi adalah tri-, di-, mono-calsium phosphat dan tepung tulang.

 Tepung tulang
Salah satu sumber mineral makro pakan ayam ras pedaging adalah tepung tulang. Tepung ini mengandung Ca 24% dan P 12%. Namun, penggunaannya hanya terbatas sebagai pelengkap jika nutrisi dalam komposisi bahan baku yang ada tidak mencukupi. Pabrik pakan umumnya menggunakan meat and bone meal (tepung daging dan tulang) sebagai sumber mineral dan protein sekaligus. Bahan ini biasanya diimpor dari luar negeri. Penggunaan tepung tulang sudah jarang dilakukan, apalagi sudah banyak sumber mineral sintetis yang diproduksi oleh pabrik pembuat bahan baku pakan maupun farmasi.

 Tepung kerang
Tepung kerang merupakan sumber kalsium yang baik kadarnya sekitar 38%. Selain itu, di peternakan unggas unggas petelur banyak digunakan sebagai grit atau pembantu pencernaan di tembolok.

Kapur (CaCO3)
Kapur dapat diperoleh di toko-toko bahan kimia, tersedia dengan beragam kualitas. Bahan ini dikenal juga dengan nama heavy. Kandungan kalsiumnya sebesar 38% dan harganya relatif murah.
 


Garam dapur (NaCl)
Garam yang umum digunakan untuk bahan baku pakan adalah garam dapur berbentuk serbuk yang mengandung yodium sekitar 30 – 100 ppm. Garam dapur sering digunakan sebagai tambahan untuk mencukupi kebutuhan kedua mineral yang dikandungnya, yaitu natrium dan khlor. Penggunaannya dibatasi sampai 0,25% saja, karena jika berlebihan akan mengakibatkan proses ekskresi atau pengeluaran cairan kotoran meningkat. Keadaan ini akan menyebabkan alas litter menjadi sangat lembab dan basah. Akibatnya akan timbul gangguan penyakit bagi unggas yang dipelihara.

Subscribe to receive free email updates: