Monyet hitam sulawesi (Macaca nigra Desmarest, 1822) memiliki daerah persebaran yang terbatas hanya di wilayah Sulawesi bagian utara dan juga di pulau Bacan, Maluku sebagai jenis introduksi. Habitat yang tersisa di Sulawesi Utara terbatas pada kawasan konservasi diantaranya adalah Cagar Alam (CA) Tangkoko, CA Duasudara, Taman Wisata Alam (TWA) Batuputih, dan TWA Batuangus di Kabupaten Bitung Sulawesi Utara. Berkaitan dengan kondisi tersebut maka penelitian habitat monyet hitam sulawesi dengan penerapan Sistem Informasi Georgafis (SIG) perlu dikembangkan untuk mendapatkan data spasial model habitat yang sesuai.
Pengambilan data dilakukan di CA Tangkoko dan TWA Batuputih sedangkan untuk areal penelitian dalam analisis spasial pembuatan model dan peta kesesuaian habitat mencangkup CA Tangkoko, CA Duasudara, TWA Batuputih, dan TWA Batuangus. Pemodelan habitat monyet hitam sulawesi dilakukan dengan mengidentifikasi titik perjumpaan monyet hitam sulawesi secara spasial terhadap faktor-faktor habitat dan faktor faktor gangguan. Faktor habitat diidentifikasi melalui ketinggian, kemiringan lereng, NDVI (Normalization Difference Vegetation Index), dan jarak dari sungai. Faktor gangguan diidentifikasi melalui jarak dari jalan dan bangunan. Pembobotan untuk mendapatkan model dilakukan menggunakan metode Principal Component Analisys (PCA) dan pengkelasan dilakukan dengan metode tumpang tindih (overlay).
Model kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi adalah Y = (2,399xFkjalan) + (2,399xFksungai) + (2,399xFkNDVI) + (2,399xFktinggi) + (1,142xFkbangunan) + (0,957xFklereng). Tumpang tindih model tersebut menghasilkan tiga kelas kesesuaian habitat monyet hitam sulawesi yaitu kelas kesesuaian tinggi (5160,96 hektar), kelas kesesuaian sedang (2843,10 hektar), dan kelas kesesuaian rendah (204,39 hektar). Peta kesesuaian habitat dapat diterima dengan akurasi memprediksi habitat monyet hitam sulawesi dengan kesesuaian tinggi sebesar 76,67% dan kesesuaian sedang sebesar 20,00%.
Baca Juga:
CA Tangkoko memiliki habitat dengan kesesuaian tinggi tertinggi yaitu 79,34% sedangkan CA Duasudara memiliki habitat dengan kesesuaian tinggi terendah yaitu sebesar 39,83%. TWA Batuangus memiliki persentase habitat dengan kelas kesesuaian sedang dan rendah tertinggi yaitu 40,91% dan 10,48%. Berdasarkan persentase kelas kesesuaian habitat tersebut terlihat bahwa CA Tangkoko merupakan kawasan dengan habitat yang paling sesuai untuk monyet hitam sulawesi sedangkan CA Duasudara dan TWA Batuangus merupakan kawasan dengan habitat yang kurang sesuai untuk monyet hitam sulawesi.
Berdasarkan tingkat gangguan berupa degradasi habitat, Cagar Alam Duasudara memiliki tingkat gangguan terbesar sehingga kepadatan populasi monyet hitam sulawesi di kawasan tersebut lebih rendah dibandingkan kawasan lainnya. TWA Batuputih memiliki habitat dengan kesesuaian sedang yang letaknya berbatasan dengan pemukiman dan ladang penduduk padahal kawasan tersebut merupakan wilayah jelajah dua kelompok monyet hitam sulawesi yang memiliki ukuran populasi yang besar dan terhabituasi dengan manusia. Kondisi tersebut memerlukan penanganan berupa pengamanan pada habitat dengan kesesuaian tinggi, pengaturan tata batas antara kawasan CA dan TWA, serta pembinaan habitat pada habitat dengan kesesuaian sedang dan rendah terutama pada perbatasan kawasan dengan pemukiman dan ladang penduduk.