Pada minggu pertama secara umum kondisi kesehatan ayam pada semua perlakuan cukup menurun dengan mortalitas sebesar 3%. Kematian pada tiga ekor ayam pada minggu pertama masing-masing pada R1, R2 dan R3 dimungkinkan karena adanya pengaruh dari kondisi lingkungan pemeliharan. Hal tersebut dapat berupa kelembaban yang cukup tinggi sehingga memungkinkan adanya infeksi bakteri pathogen terhadap ayam. Kondisi tersebut menyebabkan ayam mengalami berak darah (coccidiosis) dan feses yang encer serta sirkulasi udara yg kurang baik akibat penyimpanan box ayam di ruang tertutup dan menyebabkan ayam mengalami cekaman panas (heat stress). Cekaman panas ini menyebabkan penurunan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan pakan pada ayam. Menurut Sugito (2007) penurunan efisiensi penggunaan pakan terkait dengan terganggunya pertumbuhan saluran pencernaan yang akhirnya mengganggu absorbsi nutrient. Cekaman panas pada ayam dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan vili usus, ditambahkan pula oleh Kabir lutful (2009) bahwa keseimbangan miklroflora dalam usus unggas dapat berubah ketika dalam kondisi stress. Ketika kondisi mikroflora usus seimbang, unggas melakukan efisiensi penyerapan nutrient maksimum, tetapi jika stres flora menguntungkan, terutama Lactobacillus, memiliki kecenderungan untuk menurun dalam jumlah dan berdampak terhadap pertumbuhan unggas.
Pada minggu ke-2 hingga minggu ke-4 ayam yang diberi perlakuan dengan penambahan probiotik menunjukkan penampilan yang sangat baik. Feses yang dihasilkan kering dan berwarna seperti sekam padi dan bau yang tidak menyengat, pemberian probiotik yang tepat mampu memperbaiki fungsi usus dalam penyerapan nutrient dan bau kotoran yang tidak terlalu menyengat karena bakteri probiotik mampu mengurangi sekresi amoniak. Sedangkan pada minggu ke- 4 R0 (kontrol) sebagian ayam mengalami berak darah dan feses yang encer, hal ini diakibatkan oleh kondisi mikroflora usus yang kurang sehat akibat terkontaminasi bakteri.