Produksi Dan Pertumbuhan Ayam Pedaging

Produksi Dan Pertumbuhan Ayam Pedaging

Ayam Broiler biasa disebut juga ayam pedaging yang merupakan jenis ras unggul hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi terutama dalam produksi daging. Hingga kini ayam pedaging dikenal masyarakat dengan beberapa kelebihan, karena hanya 5-6 minggu dipelihara sudah bisa dijual atau dipotong (Rasyaf, 1994).

Ditinjau dari genetis, ayam broiler sengaja diciptakan agar dalam waktu singkat dapat segera dimanfaatkan hasilnya. Oleh karena itu, istilah Broiler adalah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya rekayasa genetika yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan sangat irit, siap dipotong pada umur muda, serta mampu menghasilkan kualitas daging yang bersih, berserat lunak, dengan kandungan protein yang tinggi (Irawan, 1996).

Ayam broiler yang masa hidupnya cukup singkat, pertumbuhannya sangat bergantung pada makanan. Bila makanan yang diberikan baik (kualitas maupun kuantitasnya) maka hasilnya juga baik, tetapi bila sebaliknya maka hasilnya akan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pada ayam broiler mencerminkan perlakuan peternak dalam memberikan pakan dan cara pemeliharaan ayam (Rasyaf, 2003).

Pertumbuhan pada hewan bermula dari suatu telur yang telah dibuahi dan berlanjut sampai dewasa. Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan berat badan yang dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang tiap minggu (Tillman dkk, 1998).

Pertumbuhan murni mencakup pertumbuhan dalam bentuk berat jaringan-jaringan pembangun seperti tulang, jantung, otak, dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat-alat tubuh. Selanjutnya dinyatakan bahwa pertumbuhan murni adalah suatu penambahan jumlah protein dan zat-zat mineral yang tertimbun dalam tubuh, penambahan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni (Anggorodi, 1994).

Pertumbuhan erat kaitannya dengan konsumsi ransum yang mencerminkan pula gizinya, sehingga untuk mencapai pertumbuhan yang optimal dibutuhkan sejumlah zat-zat makanan yang bermutu, baik dari segi kualitas maupun kuantitas (Tillman dkk, 1998).

Efisiensi makanan yang dimakan untuk keperluan tubuh dan pertumbuhan, tergantung pula pada alat pencernaan. Apabila pada salah satu alat pencernaan terdapat parasit atau protozoa, maka makanan yang dimakan tidak dapat diserap oleh tubuh secara sempurna. Begitu pula kebalikannya, alat pencernaan itu akan bekerja baik bila tubuh ayam dalam kondisi baik. Dalam kondisi sakit (kurang terpelihara) efek baliknya juga akan mengenai alat – alat pencernaan (Rasyaf, 2003).

Pada masa pertumbuhan, broiler harus memperoleh makanan yang banyak mengandung protein. Zat ini berfungsi sebagai zat pembangun, pengganti sel yang rusak dan berguna untuk pembentukan telur (Wibowo, 1996). Ditambahkan pula oleh Wahju (2004), bahwa kebutuhan protein per hari untuk broiler yang sedang bertumbuh dibagi menjadi tiga bagian yaitu kebutuhan protein yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jaringan, hidup pokok, dan pertumbuhan bulu.

Pada ayam pedaging (ayam Broiler), terdapat 2 proses utama dalam pertumbuhan, yaitu : hiperplasia (penambahan jumlah sel tubuh) dan hipertrofi (perbesaran ukuran sel). Pada minggu pertama dan kedua, proses hiperplasia lebih besar dari hipertrofi, minggu ketiga seimbang, sedangkan setelah minggu ketiga hipertrofi lebih dominan. Bisa dibayangkan berapa kerugian yang dapat dialami, apabila cikal bakal sel-sel tubuh tidak dapat tersedia pada minggu pertama akibat kekurangan nutrient untuk pertumbuhan. Maka bisa dipastikan ayam akan sulit mencapai berat badan optimum pada minggu-minggu selanjutnya (Hery, 2009).

Pakan yang dikonsumsi sebagian dicerna dan diserap tubuh. Sebagian yang tidak dicerna diekskresikan dalam bentuk feses. Zat-zat makanan (nutrien) dari pakan yang dicerna digunakan untuk sejumlah proses di dalam tubuh. Penggunaannya secara pasti bervariasi, tergantung spesies, umur, dan produktivitas unggas. Sebagian besar unggas menggunakan zat-zat makanan yang diserap untuk fungsi esensial, seperti metabolisme tubuh, memelihara panas tubuh, serta mengganti dan memperbarui sel-sel tubuh dan jaringan. Penggunaan pakan untuk pertumbuhan, penggemukan, atau produksi telur dikenal sebagai kebutuhan produksi (Suprijatna, 2005).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi pakan antara lain besar dan berat badan, kondisi fisiologis ternak serta gerak laju dari makanan tersebut di dalam alat pencernaan ternak. Laju makanan dalam alat pencernan dapat mempengaruhi jumlah makanan yang dikonsumsi, yakni makin cepat aliran makanan dalam alat pencernaan makin banyak pula jumlah makanan yang dikonsumsi. Selain itu, faktor yang mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas dan selera. Palatabilitas dipengaruhi oleh bau, rasa, tekstur, dan suhu makanan yang diberikan. Selera merupakan faktor internal yang merangsang rasa lapar. Faktor lain yang juga mempengaruhi konsumsi adalah ternak, lingkungan, dan stres karena penyakit (Wahju , 1978).

Bila ayam broiler diberi ransum dengan kadar protein dan energi tinggi maka broiler akan mengkonsumsi jumlah ransum yang lebih sedikit. Sebaliknya bila ransum yang dikonsumsi memiliki protein tinggi dan energi rendah, maka broiler akan mengkonsumsi ransum lebih banyak. Namun, biasanya ransum yang memiliki protein tinggi, juga mempunyai kadar energi tinggi.

Subscribe to receive free email updates: