ENGGANG GADING (Rhinoplax vigil) KHAS KALIMANTAN BARAT
Enggang Gading atau Rangkong Gading (Buceros/rhinoplax vigil) adalah burung berukuran besar dari keluarga Bucerotidae. Burung dini ditemukan di Semenanjung Malaya, Sumatera, dan Kalimantan. Burung ini juga menjadi maskot ProvinsiKalimantan Barat, dan termasuk dalam jenis fauna yang dilindungi undang-undang. Dalam budaya Kalimantan, burung Rangkong gading (tingan) merupakan simbol "Alam Atas" yaitu alam kedewataan yang bersifat "maskulin". Di Pulau Kalimantan, burung Rangkong gading dipakai sebagai lambang daerah atau simbol organisasi seperti di lambang negeri Sarawak, lambang provinsi Kalimantan Barat, satwa identitas provinsiKalimantan Barat, simbol Universitas Lambung Mangkurat dan sebagainya. Burung Rangkong (Enggang) adalah burung yang terdiri dari 57 spesies yang tersebar di Asia dan Afrika. 14 diantaranya terdapat di Indonesia. Di antara enggang, jenis enggang gading adalah yang terbesar ukurannya, baik kepala, paruh dan tanduknya yang menutupi bagian dahinya. Enggang gading adalah salah satu dari 14 jenis burung rangkong yang ada di Indonesia dan menjadi maskot provinsi Kalimantan Barat. Karena jumlahnya yang semakin sedikit burung ini termasuk dalam jenis fauna yang dilindungi undang-undang. Burung Enggang Gading diwujudkan dalam bentuk ukiran pada Budaya Dayak, sedangkan dalam budaya Banjar, burung Enggang Gading diukir dalam bentuk tersamar (didistilir) karena Budaya Banjar tumbuh di bawah pengaruh agama Islam yang melarang adanya ukiran makhluk bernyawa. Enggang Gading juga merupakan simbol budaya suku Naga di India timur. Binatang yang dilindungi ini pada usia mudanya mempunyai paruh dan mahkota berwarna putih. Seiring usianya, paruh dan mahkotanya akan berubah warna menjadi oranye dan merah, ini akibat dari seringnya enggang menggesekkan paruh ke kelenjar penghasil warna oranye merah yang terletak di bawah ekornya. Burung ini menyukai daun Ara sebagai makanan favoritnya, tapi tidak jarang juga makan serangga, tikus, kadal bahkan burung kecil. Burung enggang biasa bertengger di pohon yang tinggi, sebelum terbang Enggang memberikan tanda dengan mengeluarkan suara gak yang keras. Ketika sudah mengudara kepakan sayap enggang mengeluarkan suara yang dramatik. Burung ini hidup berkelompok sekitar 2 sampai 10 ekor tiap pohon. Terkadang burung terbang bersama dalam jumlah antara 20-30 ekor. Suara enggang ini sangat khas dan nyaring sekali seakan-akan memanggil sekawanannya di balik pohon yang rindang. Musim telurnya dari bulan April sampai Juli dan anak-anak burung yang lebih besar membantu burung jantan dewasa menyediakan makan bagi burung betina dan anak-anaknya yang baru menetas. Namun sekarang ini burung enggang merupakan burung langka yang sudah sangat sulit di temui di hutan Kalimantan, ini dikarenakan pengerusakan hutan borneo yang terus-menerus terjadi, seperti penebangan hutan baik illegal logging maupun untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit. Nasib burung enggang ini sekarang sama seperti nasib suku Dayak di borneo yang semakin terpinggirkan di tanahnya sendiri. Hal ini juga diperparah dengan maraknya perburuan yang dilakukan masyarakat sekitar. Harga persatu kepala burung Enggang dihargai Rp. 2,5 juta. Karena harganya yang mahal banyak warga pedalaman berlomba berburu burung tersebut dihutan.