Pengertian Udang Windu

Udang windu (Penaeus monodon, Fabr.) merupakan primadona komoditas perikanan yang sangat populer dan memiliki nilai tinggi dalam perdagangan internasional. Usaha budidaya udang windu berkembang cepat karena selain merupakan salah satu komoditas hasil perikanan yang potensial untuk ekspor, udang windu juga berperan dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat. Adanya kecenderungan perubahan pola konsumsi dunia dari daging ke produk ikan dan udang juga semakin memperluas peluang pasar. Hal ini sesuai dengan kebijakan pembangunan perikanan yang mengupayakan peningkatan ekspor tanpa menganggu peningkatan konsumsi ikan di dalam negeri. 
Kegiatan budidaya udang windu secara nasional mencapai puncaknya pada tahun 1991 dan setelah itu menurun drastis karena kegagalan panen akibat penyakit dan merosotnya daya dukung lahan serta lingkungan. Pada kurung waktu 15 tahun terakhir, masalah lingkungan sering diperdebatkan sebagai biang kegagalan budidaya udang, yang disinyalir bermula dari menurunnya kualitas lingkungan air tambak. Dalam sistem budidaya udang intensif, kontribusi pakan terhadap penurunan kualitas lingkungan air tambak tidak bisa dipungkuri. Berton-ton pakan sebagai bahan organik dimasukan kedalam petakan tambak dengan harapan dapat memproduksi udang secara maksimal (Anonim, 2004c). Padahal, praktek ini dapat menurunkan kualitas air tambak yang berdampak pada pertumbuhan mikroorganisme patogen dan hama, serta memberikan tekanan terhadap kondisi fisiologi udang, yang pada akhirnya menurunkan kemampuan lingkungan tambak. Semula kegagalan budidaya udang windu dijumpai pada tambak udang intensif, namun akhir-akhir ini pada tambak tradisional juga banyak mengalami kehancuran.
http://beternakcara.blogspot.com/
Permasalahan utama yang dihadapi petambak udang windu adalah serangan penyakit bakteri udang menyala (luminescent vibriosis), karena udang yang terserang pada keadaan gelap tampak bercahaya. Penyebab penyakit udang menyala tersebut adalah bakteri Vibrio yang menyebabkan wabah pada awal tahun 1990 hingga sekarang (Irianto, 2003). Hal ini terjadi karena merosotnya mutu lingkungan budidaya yaitu mutu air sumber dari perairan di sekitarnya dan mutu lingkungan tambak sendiri (Atmosumarsono et al., 1995). Bakteri Vibrio melakukan serangan secara ganas dan cepat sehingga dapat menimbulkan kematian total serta menyerang udang di pembenihan maupun pembesaran. Prayitno (1994) menyebutkan bahwa dari segi ekonomi, berjangkitnya wabah penyakit vibriosis ini melemahkan roda industri udang nasional.Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan suatu metode pencegahan dan penanggulangan penyakit udang windu, antara lain penggunaan obat-obatan dan antibiotik. Penggunaan antibiotik dan bahan kimia tidak efektif lagi karena tidak memberikan hasil yang memuaskan karena pada dosis tertentu justru berdampak negatif dengan meningkatkan resistensi bakteri-bakteri patogen terhadap konsentrasi antibiotik (Tjahjadi et al., 1994). Sejumlah isolat Vibrio berpendar yang diisolasi dari tempat pembenihan udang windu di Jawa Timur ternyata resisten terhadap berbagai macam antibiotik seperti spektinomisin, amoksisilin, kloramfeni­kol, eritromisin, kanamisin, tetrasiklin, ampisilin, streptomisin, dan rifampisin. Sementara di lain pihak antibiotik bersifat persisten di alam dan bahkan menjadi bumerang terhadap ekspor udang Indonesia (Tompo et al., 2006). 
Salah satu upaya yang dapat dilakukan guna mempertahankan keberlanjutan daya dukung ekosistem tambak adalah melalui penggantian aplikasi bahan kimia dan obat-obatan melalui aplikasi musuh alami hama penyakit dan patogen. Program eksplorasi dan pengembangan musuh alami untuk pengendalian hama dan penyakit akan sangat efektif diterapkan dalam upaya pengendalian hama dan penyakit terpadu yaitu melalui aplikasi probiotik. Untuk mengembangkan probiotik yang dapat mengendalikan penyakit telah dilakukan studi mengenai mikroorganisme yang mempunyai kemampuan menekan patogen. Salah satu bentuk probiotik adalah konsorsia bakteri antagonis terhadap patogen udang yang efektif menekan populasi patogen dalam ekosistem tambak. Lactobacillus spp. dilaporkan efektif menghambat vibriosis (Jiravanichpaisal dan Chauychuwong, 1997), Pseudomonas fluorescens dapat menghambat Vibrio anguilarum (Gram et al., 1999), Bacillus spp. dan Staphylococcus spp. yang berasal dari tambak mampu menekan bakteri Vibrio (Suprapto, 2005). Pemanfaatan bakteri antagonis sebagai agen pengendalian hayati akan semakin penting dari segi ekosistem akuakultur, karena dapat mengurangi bahkan menghilangkan penggunaan antibiotik sehingga tercipta sistem budidaya ramah lingkungan sekaligus menerapkan sistem keamanan hayati untuk mengurangi risiko kontaminasi penyakit pada produksi budidaya udang.

Subscribe to receive free email updates: